Kain Tenun dan Batik, Daya Magis Ekonomi Perempuan Indonesia
Luviana- www.Konde.co
Jakarta- Maria Martina terlihat tekun menenun, suaranya lirih. Ia duduk di pojok dengan alat tenunnya bersama 1 perempuan Flores lain. Maria mempraktekkan apa yang dilakukannya setiap hari bersama para perempuan di Flores memintal benang dan menenun hingga menjadi kain yang bisa dijual.
Dengan menggunakan bahan alami dan ramah lingkungan seperti kunyit, daun katuk, daun indigo dan beberapa akar berwarna dari hutan, maka mereka membuat benang sampai dapat menghasilkan produk dengan nilai jual yang tinggi.
Di Kampung Dokar di Maumere, Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur pekerjaan inilah yang ditekuninya setiap hari. Ia bersama puluhan perempuan penghasil kain. Di Maumere dan sejumlah kawasan di Flores, kain merupakan daya magis ekonomi bagi para perempuan. Jika banyak lak-laki yang bertani, maka perempuan kemudian menenun.
Maria Martina tak bisa berbahasa Indonesia, ia diwakili oleh perempuan temannya untuk mengalihbahasakan bahasa Flores ke bahasa Indonesia agar bisa bercerita bagaimana perempuan di kampungnya bertahan hidup dari menenun.
“Iya setiap hari saya menenun bersama banyak perempuan di kampung kami,” ujarnya ketika kami mengajaknya bicara.
Di Jakarta, Maria Martina datang bersama penenun dari Flores, mereka ikut dalam pameran pekan budaya yang diadakan Komunitas Cinta Berkain di Sarinah, Jakarta. Acara ini diselenggarakan hingga Kamis, 31 Oktober 2019. Dalam pameran ini, kain-kain dijual dengan harga Rp. 300 ribu hingga puluhan juta rupiah.
Pengerjaan 1 kain bisa dilakukan minimal 1 bulan hingga 1 tahun, maka tak heran jika tenun ini dikerjakan oleh komunitas atau keluarga yang sudah saling mengenal. Karena untuk memghasilkan I kain, mereka harus bekerja bersama selama bertahu-tahun, dari mengelola hasil hutan, memintalnya menjadi benang, menenun kemudian menjualnya.
Ada 2 motif kain khas yang dibuat di Dokar, Sikka, Maumere yaitu motif utan welak dan utan hawatan. Biasanya motif utan welak disukai orangtua dan motif utan hawatan disukai anak-anak muda. Mereka mengerjakan 2 motif ini agar tenun tak ditinggalkan pecintanya. Anak-anak muda bisa memilih motif yang disukainya.
Kampung Dokar di Maumere memang merupakan kampung tradisional yang sekarang sudah menjadi rujukan sebagai kampung wisata disana. Banyak wisatawan yang datang disambut dengan tarian dan adat tradisional.
Cletus Beru, salah satu pengurus Sanggar DokaTawatana yang juga hadir di pameran bersama Maria Martina mengatakan bahwa dalam 10 tahun ini Kampung Dokar sudah menjadi kawasan wisata. Masyarakat disana sudah siap menyambut wisatawan yang datang dengan tenunnya yang khas, makanan khas tarian dan musik. Jadi jika laki-laki disana bertani, maka hampir semua perempuan di kampung mereka kemudian menenun.
“Sudah 10 tahun ini, kami-kami bersama-sama mengelola kampung wisata di kampung kami, Kampung Dokar. Kami menyajikan kain, tarian, makanan dan musik untuk wisatawan yang datang,” ujar Cletus Beru pada pameran 31 Januari 2019 kemarin.
Dalam pameran ini, tak hanya Maria Martina, Juwita juga datang dari Ende, Nusa Tenggara Timur. Ia memamerkan kain-kain dari Ende untuk dijual.
Kain, bagi keluarganya sudah menjadi usaha ekonomi secara turun-temurun. Namun tak hanya itu, baik Maria Martina maupun Juwita datang ke Jakarta karena punya misi yang lain, yaitu mereka tak mau jika kain-kain NTT ini punah, banyak yang tak mengenal kain tradisional Indonesia. Maka kedatangan mereka ke Jakarta, salah satunya adalah untuk mengenalkan kain-kain tradisional agar diketahui terutama anak-anak muda.
Achyar Ginanjar, salah satu anak muda yang selama ini ikut mengurus batik tulis asal Garut, Jawa Barat. Ia mempunyai keprihatinan atas ini. Di daerahnya yaitu di Tarogong, Garut banyak anak muda Garut lebih memilih menggunakan baju-baju modern dan sudah banyak yang meninggalkan batik tulis. Maka pameran seperti ini menjadi ruang baginya untuk memasarkan batik Garut.
Di Tarogong, Garut biasanya yang membatik kebanyakan perempuan, sedangkan laki-laki melakukan pekerjaan menenun dan memasarkan kain. Banyak pakaian jadi yang dengan design modern kemudian menggusur batik. Hal lain, batik selama ini masih identik dihasilkan dari Jogya, Solo padahal di Garut ada juga batik yang dihasilkan perempuan.
“Banyak anak muda yang lebih memilih pakaian jadi dan modern, maka ini merupakan salah satu acara untuk mengenalkan batik Garut kembali.”
Umumnya motif batik Garut adalah motif bulu ayam dan merak ngibing. Ia percaya bahwa pengenalan yang terus-menerus akan menjadi ruang yang efektif untuk mengenalkan batik Garut.
Nova herlinda yang menunggu pameran kain dari Mandar, Sulawesi Barat mengatakan hal yang sama. Selama ini tak banyak yang mengenal Mandar sebagai penghasil kain, padahal ada banyak perempuan yang kemudian menghasilkan kain dari Mandar. Maka pameran seperti ini menurutnya efektif untuk mengenalkan kain nusantara dan mengenalkan ruang ekonomi yang selama ini dikelola oleh para perempuan.
Tenun dan batik adalah penghasil ekonomi perempuan. Mereka tak hanya mengumpulkan perempuan untuk memikirkan ekonomi secara bersama namun juga ruang bagi perempuan untuk bertemu dan menyatakan keinginannya. Dalam pameran ini terbukti bahwa banyak perempuan bisa menjadikan tenun dan batik sebagai bagian dari cita-cita, mengelola sambil mengenalkannya pada yang lain untuk melestarikan secara bersama-sama.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
October
(7)
- Kain Tenun dan Batik, Daya Magis Ekonomi Perempuan...
- Surat dari Penjara untuk Ibu: Bagian doa yang Sela...
- Jurnalisme ‘Cantik’: Pemberitaan Media tentang Ist...
- Gender dan Keberagaman Masuk dalam Indikator Indek...
- Pentingnya 'Me Time' Bagi Perempuan
- Madani Film Festival, Festival Film untuk Mendisku...
- Kabinet Jokowi Tak Memprioritaskan HAM dan Minim...
-
▼
October
(7)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment