Melihat Hukum di Indonesia yang Diciptakan Bukan untuk Perempuan
Sebagai mahasiswa hukum, Anastasia baru belajar mengapa banyak produk hukum yang merugikan perempuan? Ia kemudian rajin untuk mengikuti sejumlah diskusi yang diadakan universitas maupun lembaga-lembaga. Dengan diskusi dan buku-buku yang ia baca di perpustakaan, kemudian mengantarkannya pada kesimpulan bahwa ada banyak peristiwa misoginis yang kemudian membuat produk hukum yang dibuat merugikan perempuan.
*Aprelia Amanda- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Anastasia juga hadir dalam sebuah diskusi hukum dan perempuan Feminist Festival 2019 yang diselenggarakan Jakarta Feminist Discussion Group (JFDG).
Siang itu, Meidina Rahmawati dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sedang berusaha menjelaskan akar masalah mengapa hukum yang ada di Indonesia tidak berpihak pada perempuan.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang banyak disorot akhir-akhir ini, yang menyebabkan para mahasiswa meninggal dan terjerat kasus hukum di pengadilan karena banyak pasar-pasal di dalamnya yang berhasrat mengkriminalisasi banyak orang terutama perempuan.
Sistem peradilan di seluruh dunia termasuk Indonesia awalnya memang tidak pernah diciptakan untuk perempuan. Sehingga male oriented, berperspektif patriarki, dan akhirnya berdampak sampai sekarang.
Awalnya RKUHP dibuat karena negara ingin memiliki Kitab Undang-Undang yang baru. KUHP yang digunakan dalam hukum Indonesia saat ini merupakan warisan Belanda yang mengadopsi hukum Perancis. Saat dibuat pada tahun 1918, perspektifnya masih sangat patriarki. Materi tentang laki-laki disebutkan dalam 2 materi sedangkan materi tentang perempuan yang di dalam KUHP disebut wanita disebut dalam 23 materi.
Di dalam KUHP, perempuan disebut sebagai properti. Misalnya tentang perkosaan hanya diakui jika terjadi di luar perkawinan, padahal perkosaan juga bisa terjadi di dalam perkawinan.
Lalu peran pengasuhan hanya dibebankan kepada perempuan, padahal dalam proses kehamilan ada peran laki-laki.
Maka jika terjadi keguguran kandungan, maka hanya perempuan yang dikriminalisasi. Tubuh perempuan dianggap bukan sepenuhnya miliknya tapi milik masyarakat.
Pemerintah Indonesia tidak punya KUHP buatan sendiri sehingga berencana mereformasi KUHP warisan Belanda yang masih digunakan sampai saat ini. Akhirnya pemerintah membuat KUHP baru. Intinya pemerintahlah yang sepenuhnya mengatur seluruh isi RKUHP.
Isi RKUHP dipertanyakan, apakah mampu mengubah pandangan yang meletakkan perempuan sebagai milik masyarakat?
“Timbul pertanyaan dong, RKUHP yang katanya direformasi itu menjawab gak sih persoalan perempuan yang dianggap milik masyakat? Setelah kita lihat, RKUP baru ini ternyata tidak menjawab juga”, ujar Meidina.
Salah satu kritik kelompok feminis di seluruh dunia adalah hukum itu dibuat oleh mayoritas laki-laki. Dan sampai saat ini pun RKUHP masih dibuat oleh laki-laki. Reformasi KHUP yang diharapkan mampu memiliki analisis gender ternyata masih male oriented dan akhirnya hadirlah pasal-pasal yang bermasalah.
Saat ini ada 24 isu bermasalah dan 8 isu yang terkait gender. Pemerintah dan DPR ingin melegalisasi hukum yang hidup di masyarakat, keinginan itu tercantum di dalam pasal dua.
“Kita tahu bahwa hukum yang hidup di masyarakat kental dengan pandangan patriarki, maka suatu saat kita akan punya hukum yang lagi-lagi memojokkan peran perempuan. Kita mempunyai hukum yang bernuansa patriarkiyang dilegitimasi oleh hukum pidana”, ujar Meidina.
Menjadi Komisioner Komnas Perempuan membuat Magdalena Sitorus terbiasa menghadapi langsung kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Mata Magdalena Sitorus berkaca-kaca ketika menceritakannya.
Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan mendorong Komnas Perempuan bersama seluruh jaringannya untuk meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Anggota DPR yang baru dilantik, menurut Magdalena mulai terbuka dalam melihat urgensi disahkannya RUU PKS.
Menurut Magdalena yang perlu dikedepankan bukan hanya pengesahannya saja, tapi muatan didalamnya. Hal ini perlu dilakukan agar semua orang mengerti arti kekerasan terhadap perempuan sehingga tidak menyalahkan korban.
“Ada ruang-ruang yang harus dimengerti sehingga tidak menyalahkan korban”, ujar Magdalena.
Ratna Batara Munti yang terlibat dalam pembahasan RUU PKS bersama DPR melihat ada harapan bagi RUU PKS ditangan anggota DPR yang baru terpilih dibandingkan dengan DPR sebelumnya yang carut-marut.
Tahun ini RUU PKS banyak mendapatkan tuduhan yang tidak mendasar dan bukan substansi dari kelompok yang anti RUU PKS. Ada kelompok yang punya tujuan untuk menggagalkan pengesahan RUU PKS.
“Kita mendapatkan fitnah yang menyakitkan. Kita tahu ada kelompok yang sebelumnya melakukan Judicial Review atau JR untuk memperluas pasal-pasal didalam KUHP yang berpotensi memperluas kriminalisasi seperti perzinahan dan LGBT. Usaha itu gagal. Mereka melanjutkan ambisinya di dalam RUU PKS dan RKUHP”, ujar Ratna.
Sejauh ini belum ada payung hukum yang cukup melindungi korban. Banyak kasus yang tidak dapat diproses karena melihat riwayat seksual karban.
Kasus kekerasan yang dialami dianggap wajar karena korban dianggap perempuan “nakal” sehingga vonis tidak sesuai harapan korban. Hanya 10% dari kasus kekerasan yang diproses hukum.
Saai ini RUU-PKS dibahas di Komisi 8 yang membahas tentang Pemberdayaan Perempuan dan Agama. Namun di dua periode terakhir, semua ketuanya laki-laki. Dominasi laki-laki membuat ketidakpercayaan untuk kembali membahas RUU PKS di Komisi 8. Ada keinginan untuk membahas RUU PKS secara lintas komisi.
“Bayangkan 5 ketua komisi 8 semuanya laki-laki. Semuanya didominasi laki-laki yang hanya mengerti agama. Kami tidak percaya kepada mereka untuk membahas RUU-PKS. Kami ingin RUU-PKS dibahas lintas komisi, di Pansus atau Baleg”, ujar Ratna.
Permasalahan RKUHP dan RUU PKS akhirnya naik ke permukaan. Berbagai aksi menyoroti dua persoalan ini dan menandakan bahwa ada masalah penting yang menyangkut hajat hidup banyak orang dan sangat berbahaya jika negara sampai salah langkah.
“Kita sudah mulai notice bahwa negara saat ini sedang tidak baik-baik saja”, ujar Riska Carolina, dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
Anastasia mulai mengetahui penyebabnya mengapa hukum tak berpihak pada perempuan. Sejumlah persoalannya antaralain: cara pandang yang patriarki, anggota DPR dan penyusun undang-undang yang male dominated dan tak berpihak pada perempuan. Hal lain, cara pandang ini yang menempatkan tubuh perempuan secara sensasional.
Tulisan ini merupakan hasil diskusi Feminist Festival pada 24 November 2019 bertema Mari Kita Bahas RKUHP dan RUU PKS, turut menghadirkan empat narasumber yaitu Maidina Rahmawati (ICJR), Ratna Batara Munti (JKP3), Riska Carolina (PKBI), dan Magdalena Sitorus (Komnas Perempuan).
*Aprelia Amanda, biasa dipanggil Manda. Menyelesaikan studi Ilmu Politik di IISIP Jakarta tahun 2019. Pernah aktif menjadi penulis di Majalah Anak (Malfora) dan kabarburuh.com. Suka membaca dan minum kopi, Manda kini menjadi penulis dan pengelola www.Konde.co
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
December
(27)
- A Feminist Manifesto: Mengenal Feminisme dalam 60 ...
- Pelajaran Jatuh Cinta: Tak Mengenal Ruang dan Waktu?
- Pengalaman Perempuan Petani Mengolah Makanan Tradi...
- Imperfect: Film yang Mengubah Narasi Kecantikan Pe...
- Aktivis Perempuan: Pemilihan Komisioner Komnas Per...
- Bagaimana Diskriminasi yang Dialami Transpuan dan ...
- Maria dan Makna Natal Perempuan Feminis
- Last Christmas, Natal yang Harus Menjadi Kenyataan
- Payudara dan Stigmatisasi Tubuh Perempuan: Perjuan...
- Manifesto Politik Perempuan Indonesia 22 Desember ...
- 22 Desember: Hari Ibu atau Hari Gerakan Perempuan ...
- Menginisiasi Pertanian Organik, Cara Perempuan Pet...
- Menolak Standar Kecantikan Perempuan dalam Karya Seni
- Pekerja Rumah Tangga Mengalami Kemiskinan Waktu di...
- Melihat Hukum di Indonesia yang Diciptakan Bukan u...
- Mendapat Predikat Kota Peduli HAM, Mengapa Pemkot ...
- Kalimat yang Menyesatkan: Bapak Bekerja di Kantor ...
- Didiskriminasi dan Dipersekusi, Adakah Tempat untu...
- Siapakah Perempuan Pembela HAM dan Apa Saja Ancama...
- Pelecehan Seksual di Konser Musik: Perempuan Bukan...
- FFI 2019: Film dengan Isu Perempuan dan Minoritas ...
- Hari HAM: Pemutaran Film More than Work
- Transportasi Umum yang Aman untuk Perempuan: Tang...
- Kisah Penyintas KDRT: Anakku, Cukup Ibumu Saja yan...
- Catatan Untuk Para Anti Feminis: Jangan Suka Emosi...
- Cerita 3 Perempuan Pencipta Perubahan Ekonomi
- Kami Marah: 25 Tahun Deklarasi Beijing Masih Jauh ...
-
▼
December
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment