Bagaimana Diskriminasi yang Dialami Transpuan dan Ahmadiyah? Potret dalam Film
*Aprelia Amanda- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Jika kamu ingin punya referensi tentang film yang menceritakan diskriminasi yang dialami transpuan dan warga Ahmadiyah, maka kamu wajib nonton film ini.
Pemutaran 2 buah film berjudul “Seroja:Kisah Peran Puan” dan film “Cerita dari Manislor” yang saya lihat ini, turut meramaikan acara 16 RUPA: Beda Itu Biasa dalam memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan di Jakarta, awal Desember 2019 lalu.
Dua film ini memotret diskriminasi dan kehidupan keragaman yang ada di Indonesia.
“Seroja: Kisah Peran Puan” memotret cerita tentang transpuan yang menyalurkan hobinya lewat seni pertunjukan.
Teater Seroja merupakan komunitas teater yang didominasi oleh transpuan. Mereka biasa melakukan latihan di Gelanggang Olah Raga (GOR) Grogol, Jakarta dan mengadakan pertunjukkan disana. Lewat pertunjukkan teater mereka bebas mengekpresikan dirinya.
Monica seorang transpuan yang tergabung dalam Teater Seroja dalam film tersebut ingin menunjukan bahwa orang-orang seperti dirinya ada di lingkungan sekeliling kita.
“Kami ini ada, perempuan yang terperangkap di tubuh laki-laki”, ujarnya.
Selain menjadi tempat ekspresi bagi para transpuan, Teater Seroja punya tujuan lain. Mereka ingin menunjukkan bahwa untuk menjadi perempuan tidak perlu bermake up. Mereka hanya perlu merasa menjadi perempuan.
Dibalik pembuatan film “Seroja: Kisah Peran Puan” ini, terdapat cerita diskriminasi yang pernah mereka alami. Mereka yang mayoritas tinggal di Kampung Duri pernah diusir karena dianggap penyebab kebakaran. Mereka diusir dengan alasan yang tidak masuk akal. Kejadian ini terjadi pada 2013.
Dalam diskusi setelah pemutaran film dijelaskan tentang pembuatan film yang ternyata cukup sulit mengorek keinginan terdalam dari para transpuan. Seperti ketika salah seorang anggota Teater Seroja ditanya ‘apa yang dia harapkan’, ia menjawab ingin pentas lagi. Belum banyak yang secara terbuka jawaban menjawab tentang diskriminasi dan dipandang sama seperti orang-orang pada umumnya.
Ayunita bercerita tentang obrolannya bersama pembina Teater Seroja, secara ekspresi para transpuan mungkin sudah percaya diri namun pemahaman tentang gender belum cukup baik. Mereka masih khawatir tidak bisa diterima masyarakat sekitar.
Film kedua berjudul “Cerita dari Manislor”. Desa Manislor, Kuningan, Jawa barat merupakan wilayah yang banyak didiami oleh penganut Ahmadiyah. Carita dari Manislor memotret keseharian warga Desa Manislor.
Di dalam Film Cerita dari Manislor, Akbar berkeliling desa untuk melihat aktifitas keseharian warga Desa Manislor. Ia mengunjungi sebuah lapangan tempat anak-anak muda bermain futsal. Ia ikut bermain futsal dan ternyata cara bermainnya sama dengan sebagaimana futsal dimainkan pada umumnya.
Akbar juga pergi ke masjid untuk ikut kajian. Kajian hari itu membahas tentang toleransi. Semua laki-laki datang menggunakan baju koko, sarung dan peci. Sedangkan yang perempuan menggunakan jilbab. Tidak ada yang berbeda. Semua terlihat sama seperti kajian di masjid pada umumnya.
Pemeluk Ahmadiyah punya sebuah prinsip, “cinta untuk semua, kebencian bukan untuk siapapun”. Prinsip inilah yang selalu ditanamkan dalam kehidupan masyarakat Ahmadiah meskipun berkali-kali menerima diskriminasi.
Dahulu pemeluk Ahmadiyah hidup rukun dengan masyarakat lainnya. Tidak ada yang peduli dengan perbedaan aliran agama. Setelah muncul fatwa bahwa Ahmadiyah dianggap ajaran sesat barulah semua kemalangan menimpa penganutnya.
Masjid mereka pernah dibakar dan mereka sulit sekali mendapatkan pengakuan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP). Mayarakat Ahmadiyah dikucilkan dan menjadi perdebatan dimana-mana.
Melalui Film “Cerita dari Manislor” kehidupan masyarakat Ahmadiyah terangkum. Kehidupan penganut Ahmadiyah sama dengan penganut ajaran lainnya. Tidak ada alasan bagi negara dan masyarakat lain untuk terus menerus mendiskriminasi mereka.
Kedua film ini sangat tepat diputar dan didiskusikan dalam acara 16 RUPA: Beda Itu Biasa yang dilakukan untuk memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan di Jakarta. Keduanya menggambarkan dengan apik tentang kehidupan masyarakat yang dianggap berbeda sehingga sering mendapatkan diskriminasi.
Dalam diskusi kedua film ini ada pesan yang ingin disampaikan bahwa perbedaan adalah hal yang biasa. Negara dan masyarakat tidak boleh melakukan diskriminasi dengan alasan perbedaan sebab semua manusia punya hak yang sama dan negara harus melindungi.
“16 Hari Ruang Puan (RUPA): Beda Itu Biasa” ini diadakan dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Acara ini terselenggara atas kerjasama dari Pamflet Generasi, Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia, dan Aliansi Satu Visi yang merupakan bagian dari Koalisi Indonesia untuk Seksualitas dan Keberagaman (KITASAMA).
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
*Aprelia Amanda, biasa dipanggil Manda. Menyelesaikan studi Ilmu Politik di IISIP Jakarta tahun 2019. Pernah aktif menjadi penulis di Majalah Anak (Malfora) dan kabarburuh.com. Suka membaca dan minum kopi, Manda kini menjadi penulis dan pengelola www.Konde.co
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
December
(27)
- A Feminist Manifesto: Mengenal Feminisme dalam 60 ...
- Pelajaran Jatuh Cinta: Tak Mengenal Ruang dan Waktu?
- Pengalaman Perempuan Petani Mengolah Makanan Tradi...
- Imperfect: Film yang Mengubah Narasi Kecantikan Pe...
- Aktivis Perempuan: Pemilihan Komisioner Komnas Per...
- Bagaimana Diskriminasi yang Dialami Transpuan dan ...
- Maria dan Makna Natal Perempuan Feminis
- Last Christmas, Natal yang Harus Menjadi Kenyataan
- Payudara dan Stigmatisasi Tubuh Perempuan: Perjuan...
- Manifesto Politik Perempuan Indonesia 22 Desember ...
- 22 Desember: Hari Ibu atau Hari Gerakan Perempuan ...
- Menginisiasi Pertanian Organik, Cara Perempuan Pet...
- Menolak Standar Kecantikan Perempuan dalam Karya Seni
- Pekerja Rumah Tangga Mengalami Kemiskinan Waktu di...
- Melihat Hukum di Indonesia yang Diciptakan Bukan u...
- Mendapat Predikat Kota Peduli HAM, Mengapa Pemkot ...
- Kalimat yang Menyesatkan: Bapak Bekerja di Kantor ...
- Didiskriminasi dan Dipersekusi, Adakah Tempat untu...
- Siapakah Perempuan Pembela HAM dan Apa Saja Ancama...
- Pelecehan Seksual di Konser Musik: Perempuan Bukan...
- FFI 2019: Film dengan Isu Perempuan dan Minoritas ...
- Hari HAM: Pemutaran Film More than Work
- Transportasi Umum yang Aman untuk Perempuan: Tang...
- Kisah Penyintas KDRT: Anakku, Cukup Ibumu Saja yan...
- Catatan Untuk Para Anti Feminis: Jangan Suka Emosi...
- Cerita 3 Perempuan Pencipta Perubahan Ekonomi
- Kami Marah: 25 Tahun Deklarasi Beijing Masih Jauh ...
-
▼
December
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment