FFI 2019: Film dengan Isu Perempuan dan Minoritas Menangkan Banyak Penghargaan
*Poedjiati Tan- www.Konde.co
“Stop kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia,” kata Raihaanun sesaat setelah menerima penghargaan sebagai artis perempuan terbaik dalam penghargaan Festival Film Indonesia (FFI) 2019, 8 Desember 2019.
Raihaanun, memerankan May dalam film “27 Steps of May” seorang anak sekolah menengah pertama yang mendapatkan kekerasan seksual, trauma, mengalami depresi yang sangat panjang. Ini merupakan film representasi para korban kekerasan seksual yang mengalami trauma panjang.
Film "27 Steps of May" kemudian juga menjadi representasi atas kasus perkosaan yang pernah terjadi di Indonesia pada Mei, 1998 lalu. Mencekamnya suasana, dialog yang minim merupakan imbas perlakuan kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan.
Kemenangan Raihaanun, juga penghargaan beberapa film lain di FFI 2019 menjadi titik penting bagaimana isu minoritas mendapatkan pengakuan dalam festival film di Indonesia.
Isu perempuan, Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), disable, kesehatan mental, buruh migran tak hanya meramaikan nominasi, namun juga mendapatkan penghargaan dalam FFI. Inilah yang membanggakan dalam ajang FFI di tahun 2019.
Penghargaan lain juga diberikan pada film yang bercerita tentang kesehatan reproduksi anak perempuan dan stop perkawinan anak “Dua Garis Biru” lewat tangan Gina S.Noer. Kemenangan Gina S.Noer menambah daftar makin banyaknya isu minoritas yang mendapat penghargaan film kali ini.
Kemenangan lain juga diraih oleh Film “Kucumbu Tubuh Indahku,” film yang banyak mendapatkan penolakan ketika ditayangkan di bioskop di Indonesia ini, justru merayakan kemenangannya di FFI.
“Semoga makin banyak film yang memperjuangkan isu minoritas, yang tidak banyak dibicarakan selama ini. Juga semoga ada kemerdekaan untuk sineas dalam pembuatan film di Indonesia.”
Ungkapan tersebut dinyatakan sutradara Ifa Isfansyah mewakili sutradara Garin Nugroho, sesaat setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dan Mira Lesmana mengumumkan film “Kucumbu Tubuh Indahku” sebagai film terbaik dalam Festival Film Indonesia 2019 pada 8 Desember 2019.
Film yang banyak mendapatkan penghargaan internasional ini justru mendapatkan penolakan dari sejumlah kelompok di Indonesia. Bahkan pernah ada yang menulis petisi agar film ini tak lagi ditayangkan di bioskop, alasannya karena film ini mengangkat kisah kehidupan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
Kemenangan film “Kucumbu Tubuh Indahku”, Garin Nugroho, Imanuel Khan dan Whani Darmawan sebagai sutradara, pemain laki-laki terbaik dan pemain pembantu laki-laki terbaik dalam film yang sama, juga kemenangan Ucu Agustin dalam film dokumenter pendek “Sejauh Kumelangkah” yang menceritakan tentang disable netra, semakin meyakinkan banyaknya orang yang memperjuangkan isu minoritas melalui banyak ruang, salah satunya dalam film.
"Karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan atas sebuah karya harus dihapuskan demi perikemanusiaan dan perikeadilan. Merdeka film Indonesia," ungkap Ifa Isfansyah.
Film “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” dengan sutradara Wregas Bhanuteja yang bercerita tentang orang dengan gangguan jiwa juga menjadi film yang berisi tentang minoritas pejuang. “Help Is on The Way” karya Ismail Fahmi Lubis menceritakan tentang kondisi buruh migran adalah film berikutnya yang bercerita tentang perjuangan hidup masyarakat miskin.
Dulu, sejumlah isu tersebut masih menjadi isu yang minim diperbincangkan di media mainstream karena dianggap tidak mempunyai penonton atau sulitnya menjangkau penonton karena dianggap tidak "laku" di pasaran, sulit mencari iklan karena dirasa asing untuk penonton. Dengan kemenangan sejumlah film ini, maka semakin menunjukkan isu minoritas yang tak lagi sulit dimengerti atau dianggap tak ada yang menonton. Film kemudian menjadi tempat yang membuka peluang-peluang ini.
Penghargaan Film Dokumenter
Penghargaan film dalam Festival Film Dokumenter (FFD) dan Jogja Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2019 yang baru selesai diselenggarakan Desember 2019, juga memberikan penghargaan untuk film dokumenter pendek terbaik berjudul “Diary of Cattle” karya Lidia Afrilita dan David Darmadi. Film yang juga mendapatkan penghargaan dalam JAFF 2019 ini menceritakan tentang bagaimana ternak seperti sapi kehilangan tempat tinggal dan makanan para ternak. Mereka memakan sampah sebagai sumber makanan dan mati karena ini.
Film lain yang mendapatkan penghargaan dalam FFD 2019 adalah film “Tambang Pasir” karya Sekar Ayu Kinanti, seorang siswa SMA di Purbalingga. Film juga merupakan refleksi dari isu lingkungan yang ada di Indonesia.
Film-film ini makin menambah banyaknya isu marjinal dan isu minoritas yang diperbincangkan di film.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
December
(27)
- A Feminist Manifesto: Mengenal Feminisme dalam 60 ...
- Pelajaran Jatuh Cinta: Tak Mengenal Ruang dan Waktu?
- Pengalaman Perempuan Petani Mengolah Makanan Tradi...
- Imperfect: Film yang Mengubah Narasi Kecantikan Pe...
- Aktivis Perempuan: Pemilihan Komisioner Komnas Per...
- Bagaimana Diskriminasi yang Dialami Transpuan dan ...
- Maria dan Makna Natal Perempuan Feminis
- Last Christmas, Natal yang Harus Menjadi Kenyataan
- Payudara dan Stigmatisasi Tubuh Perempuan: Perjuan...
- Manifesto Politik Perempuan Indonesia 22 Desember ...
- 22 Desember: Hari Ibu atau Hari Gerakan Perempuan ...
- Menginisiasi Pertanian Organik, Cara Perempuan Pet...
- Menolak Standar Kecantikan Perempuan dalam Karya Seni
- Pekerja Rumah Tangga Mengalami Kemiskinan Waktu di...
- Melihat Hukum di Indonesia yang Diciptakan Bukan u...
- Mendapat Predikat Kota Peduli HAM, Mengapa Pemkot ...
- Kalimat yang Menyesatkan: Bapak Bekerja di Kantor ...
- Didiskriminasi dan Dipersekusi, Adakah Tempat untu...
- Siapakah Perempuan Pembela HAM dan Apa Saja Ancama...
- Pelecehan Seksual di Konser Musik: Perempuan Bukan...
- FFI 2019: Film dengan Isu Perempuan dan Minoritas ...
- Hari HAM: Pemutaran Film More than Work
- Transportasi Umum yang Aman untuk Perempuan: Tang...
- Kisah Penyintas KDRT: Anakku, Cukup Ibumu Saja yan...
- Catatan Untuk Para Anti Feminis: Jangan Suka Emosi...
- Cerita 3 Perempuan Pencipta Perubahan Ekonomi
- Kami Marah: 25 Tahun Deklarasi Beijing Masih Jauh ...
-
▼
December
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment