#SisterBerbicara: Bagaimana Melindungi Data Privasi Perempuan?
Duri Lupita sering mendapat informasi iklan yang nyasar ke telepon genggamnya. Iklan nyasar ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi berulang kali. Ia merasa kesal karena seolah banyak pengiklan yang menyebarkan nomor pribadinya tanpa meminta izin terlebih dulu. Ia kemudian mengetahui bahwa ada transaksi jual beli nomor handphone konsumen. Bagi Lupita, ini jelas melanggar hak privasi pemilik telepon genggam seperti dirinya.
*Meera Malik- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- “Saya sering mendapat sms yang menawarkan peminjaman uang, padahal saya tidak pernah mengajukan peminjaman uang. Jadi, saya blokir saja,” ujar Lupita.
Duri Lupita, warga Jati Asih, Bekasi Barat, lalu mengikuti kelas diskusi soal data privasi.
Kelas perempuan dan hak privasi di internet yang diadakan #SisterBerbicara bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 31 Oktober 2019 di Jakarta itu menarik perhatian Lupita. Setelah mengikuti kelas yang berlangsung selama kurang lebih dua jam, ia jadi semakin peduli untuk menjaga keamanan data pribadinya.
“Kita lebih menjaga keamanan diri kita juga untuk tidak sembarangan lagi memberikan email, alamat, nomor telepon, karena itu sangat bahaya kalau jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab.”
Mira Sahid, perempuan pegiat literasi digital, dalam kelas bulanan tersebut, menekankan pentingnya perempuan mengetahui hak privasinya di internet. Menurutnya, perempuan harus membekali dirinya dengan pengetahuan soal literasi digital tentang hoaks, privasi, dll, agar tidak menjadi korban dari kekeliruan dan penyalahgunaan data yang merugikan.
“Sekali kita punya akun, kita juga punya kewajiban untuk tahu batasan informasi apa yang boleh dan tidak boleh kita bagikan,” ucap Mira kepada Duri Lupita dan 30-an perempuan lainnya yang hadir di kelas Sister Berbicara.
Persoalan privasi sering terkait dengan aspek gender yang justru luput dari perhatian publik. Berbagai kajian mengekspos risiko penggunaan teknologi informasi untuk merampas privasi perempuan demi kepentingan seksual atau kekerasan dalam bentuk ancaman.
Seperti tindakan revenge porn, ketika seseorang/sekelompok orang menyebarkan foto pribadi yang mengandung konten seksual dari para perempuan yang menjadi korban ancaman mereka. Biasanya dilakukan oleh orang terdekat perempuan, seperti pasangan atau mantan pasangannya.
Data Privasi dan Kewajiban Melindunginya
Meski awalnya terasa asing, belakangan konsep privasi semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan banyaknya layanan online yang tersedia. Pada era ini, konsep privasi terdiri dari 2 aspek, yakni isu yang berhubungan dengan identitas seseorang dan bagaimana informasi tersebut ditangani, terutama oleh pihak ketiga.
Misalnya, ketika sebuah perusahaan menelpon atau menawarkan layanannya padahal kita tidak pernah memberikan informasi nomor telepon ke perusahaan tersebut, artinya informasi kita bisa saja disalahgunakan oleh pihak ketiga tanpa sepengetahuan dan persetujuan kita.
Lebih buruk, jika data privasi kita bocor. Pada Maret 2018 misalnya, pernah terungkap sebuah skandal kasus Cambridge Analytica dan Facebook yang menarik perhatian massa di seluruh dunia. Diketahui, data 87 juta pengguna Facebook bocor dan digunakan secara sewenang-wenang oleh lembaga konsultan politik Cambridge Analytica. Dari 8,7 juta pengguna yang datanya bocor tersebut, sekitar 1,1 juta pengguna berasal dari Indonesia.
Dikutip dari BBC Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informasi saat itu memanggil perwakilan Facebook Indonesia untuk menggali informasi lebih detail mengenai hal tersebut. Sebabnya, penggunaan data tidak proper oleh PSE bisa melanggar UU ITE maupun Peraturan Menteri Kominfo tentang Perlindungan Data Pribadi.
Kita perlu bertanya kepada diri masing-masing, selama ini, informasi personal apa saja yang sudah kita bagikan di dunia maya? Pernahkah kita membaca kebijakan privasi (privacy online) saat menggunakan suatu layanan online seperti Facebook? Jika ya, benarkah kita membaca ketentuannya dengan teliti? Jika tidak, apa yang kita lakukan? Langsung melakukan klik tanda setuju, bukan? Lalu tahukah kita apa konsekuensinya?
Pertanyaan ini menjadi dasar pemikiran pentingnya pengetahuan dan kesadaran mengenai hak privasi di internet.
Dalam modul Privasi dan Keamanan di Internet yang dikeluarkan oleh Forum Demokrasi Digital dan Yayasan TIFA, tercantum bahwa informasi pribadi bukan hanya sebatas data seperti nomor telepon, alamat rumah, tanggal lahir, nama keluarga termasuk orang tua atau ibu kandung, melainkan juga termasuk:
-Data transaksi keuangan online (kartu kredit dan perbankan)
-Kondisi kesehatan (seperti penggunaan aplikasi kesehatan)
-Foto atau gambar yang diunggah online
-Wajah (dari foto yang diunggah di media sosial)
-Lokasi (seperti media sosial Foursquare)
-Alamat protokol internet (IP Address)
-Kata kunci yang kita ketik saat menggunakan mesin pencari
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2017 tentang penetrasi dan perilaku pengguna internet di Indonesia menunjukkan tingkat penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa dari total populasi penduduk 262 juta jiwa.
Dari segi komposisi jenis kelamin, pengguna internet Indonesia terdiri dari 48,57% perempuan dan 51,43% laki-laki. Artinya, tingkat penetrasi perempuan pengguna internet di Indonesia cukup tinggi. Kemampuan menggunakan internet ini seharusnya dibarengi dengan kemampuan untuk memahami segala risikonya.
Kunci dari konsep privasi adalah kontrol pengguna terhadap informasi pribadinya, penghormatan batas privasi dan perlindungan terhadap informasi tersebut. Para penyedia layanan, baik swasta maupun pemerintah, bagaimanapun caranya, harus melindungi informasi yang kita berikan.
Ketika hadir, internet memang dirayakan sebagai simbol keterbukaan dan kebebasan. Namun, selalu ada dua sisi dalam setiap penemuan. Ingatlah bahwa privasi termasuk dalam komponen hak dasar dalam deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM). Privasi bukan hanya bagi kalangan tertentu, tetapi untuk semua orang. Privasi adalah hak asasi kita. Privasi adalah kita. Kita harus melindunginya.
*Meera Malik, pengagum paradoks semesta yang gemar membeli buku tapi lupa membaca.
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
November
(27)
- Pundi Perempuan: Datang ke Give Back Sale dan Bant...
- Mengapa Kita Harus Menolak Syarat Keperawanan pada...
- Frozen: Film Feminis, Bukan Cerita tentang Putri y...
- Masyarakat Meninggalkan Makanan Tradisional. Apa K...
- Perempuan Menghidupkan Pangan Lokal untuk Memutus ...
- Bagaimana Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan ...
- Mengapa setiap 25 November Kita Memperingati Hari ...
- Ngobrol di Twitter tentang Janda
- 15 Anggota Komnas Perempuan Baru Periode 2020-202...
- Feminist Festival 2019 Dorong Narasi Kesetaraan Ge...
- Lowongan Pekerjaan yang Diskriminatif pada Disabil...
- Jakarta, Badai Hidup Saya Terjadi Ketika Ia Mening...
- Hari Transgender 20 November: Memperingati Hari An...
- Susi Susanti Love All, Diskriminasi Rasial pada At...
- Namaku Nanik Indarti, Aku Perempuan Bertubuh Mini
- Menjadi Bapak Rumah Tangga, Siapa Takut?
- Nicholas Saputra, Duta UNICEF Akan Menyuarakan Hak...
- Film-Film Perempuan Masuk Nominasi Festival Film D...
- Pekerja Rumah Tangga: Saya Tak Boleh Menggunakan L...
- Rohana Kudus, Jurnalis Perempuan Pertama yang Menj...
- Ibu Saya Janda: Merdeka dan Bahagia!
- Feminist of the Week: Ajak Mahasiswa Bicara Kekera...
- #SisterBerbicara: Bagaimana Melindungi Data Privas...
- Apakah Setiap Malam Minggu Semua Orang Harus Bersa...
- Mengajak Mahasiswa Kritis terhadap Media Melalui P...
- Iklan Properti tentang Janda, Sensasional dan Meng...
- Susi Susanti, Legenda Bulutangkis yang Memperjuang...
-
▼
November
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment