Menjadi Bapak Rumah Tangga, Siapa Takut?
Luviana- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Dodo, mantan pekerja media televisi di Jakarta, sudah sejak dulu ingin banyak berada di rumah.
Dodo melihat, jika ia dan istrinya selalu bekerja tiap hari dan dalam jarak yang cukup jauh dari rumahnya, yaitu Depok- Jakarta Barat yang harus ditempuhnya dalam 5 jam perjalanan pulang-pergi setiap hari, maka mereka akan kehilangan kesempatan dekat dengan anak-anaknya.
Lalu jika seperti ini terus, siapa yang akan menjaga 3 anak mereka yang masih kecil-kecil? Apakah akan terus begini sampai anak-anak mereka dewasa?
Berangkat subuh dan sampai di rumah jam 7 malam setiap harinya, Dodo seringkali merasa capek dan ingin langsung tidur ketika sampai rumah. Namun ia tidak tega melihat istrinya yang berbarengan sampai rumah, namun masih harus menemani anak anak mereka belajar sampai mereka tidur.
Hal inilah yang diutarakan Dodo pada istrinya, Suci Haryati ketika ia ingin keluar dari pekerjaan dan menghandle semua pekerjaan rumah tangga sambil menjaga anak anak mereka. Sucipun menyetujuinya karena Suci melihat anak anak mereka sangat nyaman dengan ayahnya, prestasi anak anak juga lebih bagus jika ditemani Dodo belajar.
“Anak-anak juga prestasinya lebih baik dalam pelajaran ketika saya temani,” kata Dodo.
Maka ketika sejak setahun lalu Suci mendapatkan beasiswa untuk bersekolah ke luar negeri, Suci tak pernah kuatir karena Dodo sudah mengambil alih peran sebagai ayah rumah tangga di rumah. Sesekali Dodo juga bisa menerima pekerjaan part time yang bisa dikerjakannya di rumah sambil menjaga anak-anak.
Hal ini diungkapkan Widodo Sugiman dalam diskusi Bangga Menjadi Bapak Rumah Tangga yang dilakukan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) di Jakarta, Jumat 15 November 2019 dalam rangka memperingati hari ayah nasional. Hari ayah nasional diperingati setiap 12 November.
Diskusi ini dilakukan untuk mengupas bahwa tidak tabu jika laki laki menjadi bapak rumah tangga atau bekerja di rumah. Karena selama ini banyak anggapan yang dimunculkan, bahwa pekerjaan rumah adalah urusan perempuan, sedangkan pekerjaan publik menjadi urusan laki laki.
Stigma juga masih disematkan pada bapak rumah tangga atau laki-laki yang mengurus rumah, yaitu dianggap sebagai orang yang tak bisa mengurus ekonomi keluarga, tak bisa menjadi kepala rumah tangga, tak bertanggungjawab sama anak dan istrinya, tak berpenghasilan. Mungkin ini menjadi salah satu penyebab mengapa laki-laki kemudian malu atau sungkan jika mengerjakan pekerjaan di rumah.
Faktor lainnya karena tidak terbiasa, walaupun ada faktor lain seperti terlalu malas karena merasa lelah sudah bekerja di luar. Sedangkan perempuan tak boleh mengenal malu, capek atau sungkan. Semua dikerjakannya sesampai di rumah.
Dodo menyatakan tidak mengalami stigma ini. Sebagai anak bungsu di rumahnya, sejak kecil orangtuanya selalu membebaskan pilihannya. Jadi jika ada yang mengatakan soal tabu pada laki-laki yang harus mengurus rumah tangga, ia tidak pedulikan karena dari dulu Dodo sudah tahu konsekuensinya.
Di sekolah anaknya rutinitas Dodo setelah mengantar anak-anak ke sekolah, Dodo juga punya kebiasaan untuk mengobrol dengan para ibu yang mengantar anaknya di gerbang sekolah.
"Saya punya kebiasaan sama dengan para ibu yang lain, yang setelah mengantar anaknya, tidak langsung pulang, tapi ngobrol dulu. Saya memang laki- laki satunya disitu, tidak masalah karena saya merasa nyaman satu sama lain dalam ngobrol dan berteman,” kata Dodo bersemangat.
Pernyataan Dodo ini mendapatkan apresiasi dari para pekerja perempuan yang hadir dalam diskusi.
Selain Dodo, ada Geraldo Oryza, laki-laki yang juga memilih menjadi bapak rumah tangga untuk mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Geraldo menikah dalam usia muda yaitu ketika ia dan istrinya sama-sama masih kuliah. Ia mengaku mengalami strees berat ketika punya anak di usia yang masih muda. Ia tak tahu bagaimana cara menggendong bayi, memandikan anak. Ia juga sering stress mendengar anaknya menangis. Namun semua dikerjakannya karena ia melihat istrinya yang juga masih kuliah dan kerepotan membagi waktu seperti dirinya.
Kemudian dari sana ia belajar bagaimana cara menjadi suami yang baik bagi istrinya sekaligus menjadi ayah yang baik bagi anaknya. Hingga sekarang, anaknya sudah 3 dan ia memang memilih menjadi bapak rumah tangga agar istrinya bisa bekerja di luar rumah.
“Saya sering ditanya mengapa mau menjadi bapak rumah tangga? Saya cuek saja dan saya jawab bahwa kami memang mau seperti ini,” kata Geraldo.
Geraldo kemudian juga bergabung dalam Komunitas Bapak Rangkul. Komunitas Bapak Rangkul merupakan komunitas yang isinya semua laki-laki yang ingin belajar untuk menjadi ayah yang baik.
“Di komunitas ini kami belajar banyak hal, yaitu agar tidak stress mengurus rumah tangga dan menghandle anak, bagaimana menciptakan rasa aman pada anak karena biasanya anak kecil lebih dekat sama ibunya, juga bagaimana menghargai pasangan.”
Intinya komunitas ini dilakukan salah satunya untuk mencegah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Di komunitas yang didirikan oleh Najeela Shihab ini mereka seperti diberikan kuliah 6 jam selama 3 kali pertemuan.
“Komunitas ini didirikan ketika ada kebutuhan laki-laki yang mengaku siap menjadi bapak rumah tangga, namun ternyata tidak siap. Mental mereka terganggu karena setelah anak lahir, biasanya laki-laki stress memikiran finansial rumah tangga, anak menangis tiap malam yang membuat stress,” kata Geraldo.
Baik Widodo dan Geraldo menyatakan bahwa menjadi bapak rumah tangga bukanlah sesuatu yang tabu untuk dilakukan. Yang paling penting kuncinya adalah komitmen, dan yang kedua komunikasi antar pasangan. Jika komitmennya kuat dan komunikasinya baik, maka pembagian kerjanya bisa saling dibagi dan diatur.
Widodo dan Geraldo juga sering mengambil pekerjaan part time alias paruh waktu. Mereka tinggal mengatakan pada istrinya jika mereka harus pergi keluar di hari itu, maka mereka bisa meminta tolong orangtua mereka untuk menjaga anak-anaknya untuk sementara. Orangtua atau pekerja rumah tangga selalu menjadi support system yang baik di rumah mereka.
Acara seperti ini bisa memberikan alternatif berpikir bagi para peserta diskusi bahwa pekerjaan rumah seharusnya dikerjakan oleh semua yang berada di rumah, bukan melulu oleh perempuan atau istri yang mengerjakan semuanya.
Karena rumah tangga dibesarkan oleh komitmen berdua, maka semua konsekuensi harus diambil alih semua pasangan.
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
November
(27)
- Pundi Perempuan: Datang ke Give Back Sale dan Bant...
- Mengapa Kita Harus Menolak Syarat Keperawanan pada...
- Frozen: Film Feminis, Bukan Cerita tentang Putri y...
- Masyarakat Meninggalkan Makanan Tradisional. Apa K...
- Perempuan Menghidupkan Pangan Lokal untuk Memutus ...
- Bagaimana Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan ...
- Mengapa setiap 25 November Kita Memperingati Hari ...
- Ngobrol di Twitter tentang Janda
- 15 Anggota Komnas Perempuan Baru Periode 2020-202...
- Feminist Festival 2019 Dorong Narasi Kesetaraan Ge...
- Lowongan Pekerjaan yang Diskriminatif pada Disabil...
- Jakarta, Badai Hidup Saya Terjadi Ketika Ia Mening...
- Hari Transgender 20 November: Memperingati Hari An...
- Susi Susanti Love All, Diskriminasi Rasial pada At...
- Namaku Nanik Indarti, Aku Perempuan Bertubuh Mini
- Menjadi Bapak Rumah Tangga, Siapa Takut?
- Nicholas Saputra, Duta UNICEF Akan Menyuarakan Hak...
- Film-Film Perempuan Masuk Nominasi Festival Film D...
- Pekerja Rumah Tangga: Saya Tak Boleh Menggunakan L...
- Rohana Kudus, Jurnalis Perempuan Pertama yang Menj...
- Ibu Saya Janda: Merdeka dan Bahagia!
- Feminist of the Week: Ajak Mahasiswa Bicara Kekera...
- #SisterBerbicara: Bagaimana Melindungi Data Privas...
- Apakah Setiap Malam Minggu Semua Orang Harus Bersa...
- Mengajak Mahasiswa Kritis terhadap Media Melalui P...
- Iklan Properti tentang Janda, Sensasional dan Meng...
- Susi Susanti, Legenda Bulutangkis yang Memperjuang...
-
▼
November
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment