Lowongan Pekerjaan yang Diskriminatif pada Disabilitas
Seorang teman menuliskan di media sosialnya tentang syarat: sehat jasmani dan rohani di sebuah lowongan pekerjaan. Bagi penyandang disabilitas, syarat harus sehat jasmani dan rohani ini telah menghambat mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal, semua orang dituntut untuk punya kemandirian ekonomi. Namun, jika persyaratan lowongan pekerjaan saja tidak memberikan ruang bagi disabilitas, bagaimana mereka bisa mandiri secara ekonomi?
*Aprelia Amanda- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Seorang teman yang disable netra juga mengeluhkan ini, jika ada perusahaan yang menerima disable pun, kebanyakan tidak mau menerima disable netra yang tidak bisa melihat. Disable netra sangat tersingkir dari pekerjaan yang diinginkannya.
Kriteria pekerja yang harus sehat jasmani dan rohani atau berpenampilan menarik sering menghambat para penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal semua persyaratan ini tidak digunakan dalam bekerja nanti.
Ni Komang Ayu Suriani, Founder dan CEO Difalink.com berbagi kisah bagaimana ia mendirikan Difalink, sebuah platform yang menghubungkan orang-orang disabilitas dengan pekerjaan.
Dua bulan lalu Difago berganti nama menjadi Difalink. Pergantian nama ini menggambarkan tujuan Difalink yang ingin menghubungkan dengan para penyandang disabilitas.
“Difalink itu singkatan dari difable terlink (terhubung). Menghubungkan dengan apa? Terhubung ke semua kesempatan kerja, ke employment, pendidikan, dan lain sebagainya”.
Berpusat di Bali, Difalink saat ini sudah bisa menjangkau sekitar 2.100 orang-orang disabilitas dari seluruh Indonesia. Walaupun masih didominasi oleh disabilitas di Jawa dan Bali, namun perluasannya sudah sangat lumayan.
Lewat online Difalink, maka dapat menjangkau orang-orang yang sulit dijangkau, seperti yang berlainan pulau. Difalink juga mempunyai layanan offline misalnya untuk perusahaan yang ingin merekrut penyandang disabilitas untuk menjadi pekerjanya.
“Jadi kita bisa dibilang berperan sebagai konsultan ya. Banyak perusahaan yang mau merekrut tapi masih bingung dan kuatir karena takut memakan banyak waktu dan tenaga. Disitulah Difalink masuk. Kami melilhat posisi pekerjaan mana yang kemungkinan dapat dkerjakan para user kami”, tuturnya.
Difalink juga membantu dalam memperbarui kemampuan para usernya, khususnya dalam bidang teknologi dan hospitality. Untuk program ini Difalink bekerjasama dengan ahli dan punya kurikulum untuk mengajarkannya.
Ni Komang juga menyoroti tentang kriteria yang sering dibuat perusahaan yang sebenarnya banyak menghambat para penyandang disabilitas, antaralain kriteria sehat, berpenampilan menarik yang menghambat para disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan.
“Misalnya ada perusahaan yang memberikan kriteria soal batas usia, atau prasyarat belum menikah, laki-laki atau perempuan, berpenampilan menarik. Nah itu semua untuk apa? bukankah dalam pekerjaan yang penting kita dapat bekerja? Jadi menurut saya ini pekerjaan rumah besar kita untuk duduk bersama menyelesaikannya. Dan saya juga punya harapan besar untuk Pak Nadiem sebagai menteri pendidikan, untuk mengkaji ulang kurikulum Sekolah Luar Biasa (SLB).”
Dayu Dara Permata juga turut berbagi kisah bagaimana ia membangun GoLife. GoLife adalah bagian dari perusahaan ojek online, GoJek. GoLife memberi layanan urban lifestyle dan home services. Saat ini sudah ada sekitar 200.000 penyedia layanan yang terdata, 6 persennya adalah orang-orang disable berarti sekitar 12.000. Tapi bagi Dayu itu belum cukup.
“12.000 itu hanya seperti a drop of water in the ocean. Itu tidak seberapa jika diandingkan seluruh kemampuan disable di Indonesia yang jumlahnya sangat signifikan, hampir 12 persen dari populasi Indonesia. Kami berharap dapat lebih banyak memberdayakan mereka”
Januari 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta pendiri Gojek, Nadiem Makarim mengajak Dayu, “Pak Nadiem berkata kepada saya, Dara GoJek ini ingin memberdayakan sektor jasa di sektor informal melalui teknologi dan desain yang ramah pengguna”
Saat itu Dayu melihat banyak peluang untuk memberdayakan orang-orang penyedia jasa di sektor informal. Sebagai penyuka pijat, Dara mengetahui bahwa teknik pijat didatangkan Kementerian Sosial ke Indonesia sekitar tahun 60an. Tujuannya untuk memberdayakan kaum disabilitas. Budaya pijat sangat kental di dalam masyarakat Indonesia. Ide berdirinya layanan GoMassage berangkat dari sini.
“Penting untuk memberdayakan kelompok disable, karena Indonesia tidak akan menjadi negara maju jika membiarkan 12% masyarakatnya tertinggal”
“Saya rasa kita tidak akan bisa bahagia dengan meninggalkan 12 persen ini dibelakang, karena manusia adalah makhluk sosial”, tabahnya.
Awalnya GoLife tidak spesifik untuk membidik kaum disabilitas, namun setelah sebulan berjalan Dayu bertemu salah satu disable, Pak Heru. Pak Heru adalah seorang tunanetra yang sehari-hari menjadi tukang pijat. Pak Heru dan teman-temannya datang ke kantor GoJek dengan saling berpegangan bahu.
Daya melihat dan mengobrol langsung dengan mereka. Pak Heru dan teman-temannya yang berprofesi sebagai tukang pijat merasa terancam dengan adanya layanan GoMassage karna kuatir akan mengganggu mata pencaharian mereka.
“Pak heru berkata kepada saya, nasib saya bagaimana, teman-teman kami sudah banyak yang berjualan kerupuk di lampu merah. Mereka merasa semakin termajinalkan, saya tidak akan bahagia kalau membiarkan mereka semua."
Akhirnya Pak Heru menjadi mitra GoLife dan ia merupakan mitra pertama GoLife yang merupakan penyandang disabilitas. Mereka sekarang menghasilkan penghasilan dua kali lipat Upah Minimum Regional atau UMR. Selain itu mereka sekarang juga jadi melek dengan teknologi.
Ni Komang Ayu Suriani dan Dayu Dara Permata adalah pembicara dalam Unite Education Sustainably 2019 di Jakarta, awal November 2019. Mereka berdua menjadi pemicara dalam konferensi yang bertema Peran Disabilitas untuk Mendorong Pembangunan Berkelanjutan.
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
November
(27)
- Pundi Perempuan: Datang ke Give Back Sale dan Bant...
- Mengapa Kita Harus Menolak Syarat Keperawanan pada...
- Frozen: Film Feminis, Bukan Cerita tentang Putri y...
- Masyarakat Meninggalkan Makanan Tradisional. Apa K...
- Perempuan Menghidupkan Pangan Lokal untuk Memutus ...
- Bagaimana Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan ...
- Mengapa setiap 25 November Kita Memperingati Hari ...
- Ngobrol di Twitter tentang Janda
- 15 Anggota Komnas Perempuan Baru Periode 2020-202...
- Feminist Festival 2019 Dorong Narasi Kesetaraan Ge...
- Lowongan Pekerjaan yang Diskriminatif pada Disabil...
- Jakarta, Badai Hidup Saya Terjadi Ketika Ia Mening...
- Hari Transgender 20 November: Memperingati Hari An...
- Susi Susanti Love All, Diskriminasi Rasial pada At...
- Namaku Nanik Indarti, Aku Perempuan Bertubuh Mini
- Menjadi Bapak Rumah Tangga, Siapa Takut?
- Nicholas Saputra, Duta UNICEF Akan Menyuarakan Hak...
- Film-Film Perempuan Masuk Nominasi Festival Film D...
- Pekerja Rumah Tangga: Saya Tak Boleh Menggunakan L...
- Rohana Kudus, Jurnalis Perempuan Pertama yang Menj...
- Ibu Saya Janda: Merdeka dan Bahagia!
- Feminist of the Week: Ajak Mahasiswa Bicara Kekera...
- #SisterBerbicara: Bagaimana Melindungi Data Privas...
- Apakah Setiap Malam Minggu Semua Orang Harus Bersa...
- Mengajak Mahasiswa Kritis terhadap Media Melalui P...
- Iklan Properti tentang Janda, Sensasional dan Meng...
- Susi Susanti, Legenda Bulutangkis yang Memperjuang...
-
▼
November
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment