Rohana Kudus, Jurnalis Perempuan Pertama yang Menjadi Pahlawan Nasional Indonesia
Nama Rohana Kudus tak pernah lepas dari sejarah pers perempuan di Indonesia. Namun karena tak banyak disebutkan dalam literatur-literatur sejarah di Indonesia, nama Rohana Kudus tenggelam dalam hiruk-pikuk tokoh-tokoh lainnya di Indonesia. Lia Anggia Nasution, jurnalis dan peneliti sejarah pers perempuan Sumatera Utara menelusuri, bagaimana pers perempuan di Sumatera Utara mempunyai kontribusi besar dalam meletakkan pers dalam kacamata para jurnalis perempuan pengelola media-media perempuan di kala itu.
Luviana- www.Konde.co
Selamat hari pahlawan Indonesia 2019. Ucapan ini banyak tersebar melalui sosial media 10 November lalu.
Namun hari pahlawan di tahun ini adalah hari yang sangat menggembirakan, karena pada tanggal 8 November 2019 atau 2 hari sebelum peringatan hari pahlawan 10 November, Rohana Kudus, perempuan pendiri Koran “Soenting Melajoe” mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah.
Tahukah kamu jika Rohana Kudus merupakan salah satu peletak pers berperspektif perempuan yang memperjuangkan kesetaraan dalam berbagai tulisannya di awal tahun 1900 lalu, jauh sebelum Indonesia merdeka?
Koran yang dipimpinnya, “Soenting Melajoe” terbit pada 10 Juli 1912 setelah Koran Poetri Hindia. Poetri Hindia merupakan koran pertama yang diperuntukkan bagi kaum perempuan di Indonesia yang terbit pada 1 Juli 1908. Koran ini dibuat oleh perintis pers Indonesia, Tirto Adhi Soerjo.
Soenting Melajoe terbit di Padang pada 10 Juli 1912 dan didirikan oleh Rohana Kudus dan Ratna Djoeita. Lia Anggia Nasution, yang melakukan penelitian Studi Analisis Wacana Kritis Perspektif Feminis dalam Konten Koran ‘Perempoean Bergerak’ di Sumut dan ditulis di Jurnal Simbolika, 1 April 2019 menuliskan, bahwa media massa di masa itu, termasuk Soenting Melajoe menjadi wadah bagi perempuan untuk menyebarluaskan gagasan kesataraan gender, menggugat sistem sosial yang berlaku di mana laki-laki telah menguasai dan menghambat kemajuan kaum perempuan.
Lia Anggia menuliskan bahwa kemajuan tidak akan diperoleh apabila kaum perempuan ditinggalkan.
“Isi pemberitaan dalam koran ini dipengaruhi terhadap situasi di masa itu, dimana pengaruh Politik Etis yang diberlakukan Belanda yang menjajah Indonesia di kala itu juga berdampak pada perempuan. Termasuk terbukanya akses bagi perempuan untuk berhimpun baik dalam organisasi. Kondisi ini membuat media perempuan tidak hanya menggugat budaya patriarki namun juga membangkitkan semangat nasionalisme, membela tanah air dengan mengkritisi kebijakan Belanda terutama dalam hal yang merugikan kaum perempuan.”
Jargon Koran yang didirikan Rohana Kudus ini adalah,“Soerat Chabar Perempoean di Alam Minangkabau”.
Koran yang terbit tiga kali dalam seminggu ini kemudian menjadi inspirasi bagi perempuan di Sumut untuk mendirikan koran yang bernama Koran Perempoean Bergerak yang terbit setelahnya yaitu pada Mei 1919- Desember 1920.
Lia Anggia Nasution juga menuliskan bahwa Rohana Kudus dalam tulisannya edisi September 1920 pernah mengecam perlakuan pemerintah kolonial Belanda yang eksploitatif dan tidak berpihak pada perbaikan masyarakat Indonesia terutama kaum perempuan.
“…dimana kemelaratan dan kesoesahan jang diderita oleh kaoem dan bangsanja Hindia soedah hampir meliwati jang moetinja ditanggoeng sebagai hidoepnja sesoeatoe bangsa jang berada dalam djajahannja (kolonie) jang soeboer dan dapat perlindoengan jang halal dari Radja2 dan pemerintahnja atoe jang berwajib melondoengi mereka sebagai ra’jat jang membajar bea padjak dan belastingnja oentoek pemeliharaan dirihak milik dan keselamatan kehidoepanja.”
Pergerakan Rohana pada masa itu, juga didukung oleh semua organisasi yang mendirikan surat kabar yang bertujuan untuk meningkatkan martabat perempuan dengan memberikan pendidikan. Dalam penelitiannya, Lia Anggia menyebutkan bahwa organisasi perempuan di masa itu membuka ‘sangkar’ perempuan bangsawan atau perempuan dari golongan atas dan menengah yang biasanya dipingit di dalam rumah. Melalui organisasi perempuan dapat bertemu dengan teman-teman sekaumnya dan mereka akhirnya memperjuangkan emansipasi bersama-sama.
Rohana Kudus lahir di Kotogadang, Sumatera Barat pada 20 Desember 1884 dan meninggal pada usia 87 tahun pada 17 Agustus 1972.
Fitriyanti seorang jurnalis perempuan juga pernah menuliskan tentang apa yang dilakukan Rohana Kudus di masa itu dalam buku yang diterbitkan Jurnal Perempuan.
Fitriyanti menulis bahwa tak hanya Koran Soenting Melajoe, Rohana juga mengurus sekolah kerajinan Amai Setia. Di sekolah yang didirikan pada tahun 1911 ini mereka mengajarkan ketrampilan bagi para perempuan dengan tujuan bahwa perempuan di Melayu kala itu harus mempunyai ketrampilan yang baik agar perempuan mandiri secara ekonomi.
Gelar pahlawan bagi Rohana merupakan sesuatu yang penting dimana tulisan para jurnalis diakui sebagai pembuka ruang untuk memperjuangkan kesetaraan perempuan dan melawan kolonialisme Belanda.
Tokoh pers lainnya yang mendapatkan gelar pahlawan nasional 2019 adalah Tirto Adhi Soerjo pendiri media Poetri Hindia dan Medan Prijaji, Lie Kim Hok, Douwes Dekker, Abdoel Rivai.
(Foto: wikipedia)
(Disarikan dari tulisan Lia Anggia Nasution, jurnalis dan peneliti peraih dana hibah Cipta Media Ekspresi dari Ford Foundation dan Wikimedia 2019, Penelitian Studi Analisis Wacana Kritis Perspektif Feminis dalam Konten Koran ‘Perempoean Bergerak’ di Sumut dan ditulis di Jurnal Simbolika, 1 April 2019)
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
November
(27)
- Pundi Perempuan: Datang ke Give Back Sale dan Bant...
- Mengapa Kita Harus Menolak Syarat Keperawanan pada...
- Frozen: Film Feminis, Bukan Cerita tentang Putri y...
- Masyarakat Meninggalkan Makanan Tradisional. Apa K...
- Perempuan Menghidupkan Pangan Lokal untuk Memutus ...
- Bagaimana Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan ...
- Mengapa setiap 25 November Kita Memperingati Hari ...
- Ngobrol di Twitter tentang Janda
- 15 Anggota Komnas Perempuan Baru Periode 2020-202...
- Feminist Festival 2019 Dorong Narasi Kesetaraan Ge...
- Lowongan Pekerjaan yang Diskriminatif pada Disabil...
- Jakarta, Badai Hidup Saya Terjadi Ketika Ia Mening...
- Hari Transgender 20 November: Memperingati Hari An...
- Susi Susanti Love All, Diskriminasi Rasial pada At...
- Namaku Nanik Indarti, Aku Perempuan Bertubuh Mini
- Menjadi Bapak Rumah Tangga, Siapa Takut?
- Nicholas Saputra, Duta UNICEF Akan Menyuarakan Hak...
- Film-Film Perempuan Masuk Nominasi Festival Film D...
- Pekerja Rumah Tangga: Saya Tak Boleh Menggunakan L...
- Rohana Kudus, Jurnalis Perempuan Pertama yang Menj...
- Ibu Saya Janda: Merdeka dan Bahagia!
- Feminist of the Week: Ajak Mahasiswa Bicara Kekera...
- #SisterBerbicara: Bagaimana Melindungi Data Privas...
- Apakah Setiap Malam Minggu Semua Orang Harus Bersa...
- Mengajak Mahasiswa Kritis terhadap Media Melalui P...
- Iklan Properti tentang Janda, Sensasional dan Meng...
- Susi Susanti, Legenda Bulutangkis yang Memperjuang...
-
▼
November
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment