Ibu Saya Janda: Merdeka dan Bahagia!
By
konde
perspektif
*Meera Malik- www.Konde.co
Stigma tentang janda sepertinya belum akan musnah dari alam berpikir masyarakat Indonesia. Kata "janda" punya beban negatif yang begitu berat sehingga banyak perempuan merasa takut jika status ini tersemat di diri mereka. Seperti ibu saya.
Ibu saya seorang janda. Jika beberapa tahun lalu, ia tidak memutuskan untuk menyudahi perkawinannya dan menjadi janda, besar kemungkinan saya tidak berani menulis seperti sekarang ini. Situasinya jelas akan berbeda.
Sepanjang yang bisa saya ingat, saat itu butuh waktu sangat lama bagi ibu mempersiapkan mentalnya agar berani menyandang status janda. Selain takut tidak mampu menghidupi kami, kedua anak perempuannya, ia juga begitu resah memikirkan bagaimana pandangan orang-orang nanti kepadanya jika ia menjadi seorang ‘janda.’ Juga bagaimana pandangan orang-orang kepada dua orang anak perempuannya yang nantinya diasuh oleh seorang janda.
Namun, saya dan adik saya, yang kala itu sudah mulai beranjak remaja, bisa melihat ketidakbahagiaan yang dialami ibu. Kebahagiaannya tidak hanya lenyap secara materil, tetapi juga immateril (batin). Kami sudah cukup sengsara. Dibanding apa yang kami alami, pandangan orang sekitar adalah hal sepele yang (kami percaya) pasti akan terlewati begitu saja.
Kami pun memohon padanya agar menggugat cerai suaminya: ayah kami. Kami terus mendukungnya. Kami mendoakannya. Kami jujur padanya kalau kami tidak bahagia dengan pernikahan yang coba ia pertahankan. Kami meyakinkannya agar terbuka pada keluarganya, meminta bantuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Tiga tahun kemudian, ibu saya melakukannya. Ia lalu resmi menjadi janda.
Memang tidak mudah menyandang status sebagai janda di negeri yang masyarakatnya masih beranggapan bahwa berpasangan lebih baik daripada hidup sendiri. Anggapan bahwa tujuan hidup tertinggi seorang perempuan adalah pernikahan. Atau anggapan bahwa seorang perempuan baik-baik adalah perempuan yang loyal pada keluarga, bisa mengurus anak, suami dan menjaga keutuhan rumah tangga seperti apa pun kondisi buruk yang dialaminya.
Di Indonesia, secara harfiah kata “janda” dimaknai secara negatif. Perspektif sosial memosisikan janda sebagai perempuan tidak laku, perempuan yang boleh digoda seenaknya, atau perempuan genit yang bisa merusak rumah tangga orang lain.
Jarang sekali orang mau bertanya: mengapa ia memutuskan untuk bercerai dari pasangannya? Padahal seribu persoalan bisa saja terjadi dalam perkawinannya. Cukup sering saya mendengar kasus, setidaknya di lingkaran pergaulan saya, di mana istri menggugat cerai suaminya karena berselingkuh, melakukan kekerasan seksual, tidak mau berbagi pekerjaan di rumah, atau suami yang jarang pulang, sibuk dengan aktivitasnya sendiri di luar rumah.
Anggapan ini berbeda dengan laki-laki. Jika seorang laki-laki berselingkuh, kasar, tidak bertanggung jawab, akan dianggap sebagai hal biasa, ditanggapi dengan kalimat sederhana, “Ah… namanya juga laki-laki.”
Akui saja, hingga kini, perilaku buruk laki-laki masih saja diberi pemakluman, sementara perempuan harus menanggung segala tuntutan sosial yang begitu memberatkan.
Justito Adiprasetio, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, dalam wawancaranya dengan tirto.id (23/01/2017), mengatakan bahwa perbedaan nilai kata “duda” dan “janda” berasal dari latar belakang material kata itu. Menurutnya, pergeseran makna kata “janda” merupakan gejala dari sistem patriarki yang kuat di masyarakat Indonesia. Sebabnya, dalam budaya patriarki, ada anggapan bahwa saat menikah, perempuan cenderung bergantung pada laki-laki, maka setelah bercerai, janda tidak memiliki nilai tawar selain tubuh dan seksualitasnya. Berbeda dengan duda yang dianggap punya nilai tawar lain berupa kemampuan untuk bekerja.
Jujur saja, jika kembali ke masa kelam dulu, saya dan adik saya tidak begitu mengerti betapa menakutkannya menjadi seorang janda bagi perempuan seperti ibu saya. Betapa pada masa awal perceraian yang penuh teror, berkali-kali ia punya keinginan untuk menyerah. Ia pasrah pada Tuhan sembari pontang-panting terus berjuang menghidupi dan membiayai pendidikan kedua anak perempuannya yang selalu disebutnya sebagai ‘hartanya yang paling berharga’.
Dan jika melihat kehidupan ibu saya sekarang, saya bisa tersenyum dan merasa sangat bangga pada kegigihannya menjalani pilihannya dengan penuh tanggung jawab. Saya bersyukur karena ia percaya pada kemampuan dirinya untuk kembali menemukan kebahagiaannya, kemandiriannya, haknya menjadi seorang manusia yang berdaya. Ibu saya adalah contoh nyata seorang perempuan janda yang berkuasa mendobrak dan mematahkan semua stigma buruk yang melekat pada statusnya.
Sekarang, lihat saja, ibu saya masih (dan mungkin) akan tetap menjadi seorang janda. Perempuan merdeka dan bahagia!
*Meera Malik, pengagum paradoks semesta yang gemar membeli buku tapi lupa membaca.
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2019
(61)
-
▼
November
(27)
- Pundi Perempuan: Datang ke Give Back Sale dan Bant...
- Mengapa Kita Harus Menolak Syarat Keperawanan pada...
- Frozen: Film Feminis, Bukan Cerita tentang Putri y...
- Masyarakat Meninggalkan Makanan Tradisional. Apa K...
- Perempuan Menghidupkan Pangan Lokal untuk Memutus ...
- Bagaimana Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan ...
- Mengapa setiap 25 November Kita Memperingati Hari ...
- Ngobrol di Twitter tentang Janda
- 15 Anggota Komnas Perempuan Baru Periode 2020-202...
- Feminist Festival 2019 Dorong Narasi Kesetaraan Ge...
- Lowongan Pekerjaan yang Diskriminatif pada Disabil...
- Jakarta, Badai Hidup Saya Terjadi Ketika Ia Mening...
- Hari Transgender 20 November: Memperingati Hari An...
- Susi Susanti Love All, Diskriminasi Rasial pada At...
- Namaku Nanik Indarti, Aku Perempuan Bertubuh Mini
- Menjadi Bapak Rumah Tangga, Siapa Takut?
- Nicholas Saputra, Duta UNICEF Akan Menyuarakan Hak...
- Film-Film Perempuan Masuk Nominasi Festival Film D...
- Pekerja Rumah Tangga: Saya Tak Boleh Menggunakan L...
- Rohana Kudus, Jurnalis Perempuan Pertama yang Menj...
- Ibu Saya Janda: Merdeka dan Bahagia!
- Feminist of the Week: Ajak Mahasiswa Bicara Kekera...
- #SisterBerbicara: Bagaimana Melindungi Data Privas...
- Apakah Setiap Malam Minggu Semua Orang Harus Bersa...
- Mengajak Mahasiswa Kritis terhadap Media Melalui P...
- Iklan Properti tentang Janda, Sensasional dan Meng...
- Susi Susanti, Legenda Bulutangkis yang Memperjuang...
-
▼
November
(27)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment