Menyebabkan Kekerasan dan Ketidakadilan Gender, Organisasi Perempuan Menolak RUU Ketahanan Keluarga
By
konde
Para aktivis perempuan menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga. Jika disahkan, RUU akan menambah daftar penyebab kekerasan terhadap perempuan dan ketidakadilan gender di Indonesia
Poedjiati Tan- www.Konde.co
Jakarta, Konde.co- Situasi apa yang bakal terjadi jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga disahkan oleh DPR RI?
RUU Ketahanan Keluarga ini menimbulkan protes dari ratusan organisasi masyarakat karena menihilkan peran perempuan. RUU ini juga dengan mudah mempersilahkan pemerintah untuk mengurus hal-hal personal yang terjadi pada keluarga seperti mengurus ibadah keluarga, mengurus keluarga di saat krisis hingga membentuk lembaga ketahanan keluarga untuk mengawasi keluarga.
GERAK PEREMPUAN, sebuah jaringan yang terdiri organisasi masyarakat sipil di Indonesia menyoroti, terdapat 3 pokok persoalan utama atas RUU Ketahanan Keluarga, antara lain:
1. Over regulated dan Overlapping Peraturan Perundang-undangan
RUU Ketahanan Keluarga berpotensi membebani anggaran negara karena sebagian besar tumpang tindih dengan produk perundang-undangan yang sudah ada. Mengulang UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. UU No. 1/1974 jo 16/2019 tentang Perkawinan, sudah mengatur soal hubungan antara suami dan istri di dalam perkawinan, terlebih lagi Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam juga telah mengatur ketentuan antara orang yang beragama islam. Akan tetapi dengan adanya RUU Ketahanan Keluarga ini, terdapat terma yang bercorakkan satu agama saja untuk dapat diterapkan kepada seluruh Warga NegaraIndonesia. Tak hanya itu, tapi juga UU No. 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK), misal terkait dengan peran masyarakat dalam memberikan layanan. Begitu juga kaitanya dengan persoalan kesehatan yang berkaitan dengan
kehamilan secara ilmiah sebagaimana diatur dalam pasal 127 ayat (1) a, b & c UU No.36/2009 tentang Kesehatan.
PP No. 54/2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, juga sudah cukup mengakomodir tata cara pelaksanaan pengangkatan anak, tak perlu lagi diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga.
2. Melanggengkan Ketidakadilan Gender
Peran domestik perempuan sebagai istri yang mengurus rumah tangga, sebagaimana yang diatur dalam UU No 1 tahun 1974 sebagaimana dalam Pasal 31 ayat (3) UU Perkawinan bahwa “Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.”
RUU ini hendak menjiplak Orde Baru di mana Negara mengisolasi perempuan di ruang domestik sebagaimana ideologi Ibuisme, menempatkan perempuan sebagai pelayan suami, anak,keluarga, masyarakat dan negara. Legitimasi pembakuan peran ini kemudian mengantarkan Negara menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan karena telah mengabaikan pemenuhan hak atas rasa aman. Bahkan Negara turut bungkam ketika kasus kekerasan terhadap perempuan terus menerus terjadi.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga perdagangan orang. Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan tahun 2019 menyebutkan bahwa tahun 2018 kekerasan terhadap perempuan sebanyak 406.178 kasus yang dilaporkan, meningkat dari 348.466 pada tahun 2017. Tak sedikit juga kasus-kasus yang dilaporkan oleh korban ditolak kepolisian dengan alasan tidak adanya bukti dan meragukan kesaksian korban.
Selain kekerasan, perempuan juga dibatasi untuk berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik. Pembatasan ini lantas memiskinkan perempuan. Pada akhirnya, perempuan menjadi tenaga kerja murah dan mengerjakan pekerjaan yang dinilai rendah oleh masyarakat. Jelas bahwa kekerasan terhadap perempuan sifatnya tidak hanya kultural, tapi juga struktural yang sistematis.
3. Menyangkal Keragaman Identitas Gender dan Orientasi Seksual
Dalam draft RUU Ketahanan Keluarga pasal 50 menyebutkan bahwa orientasi seksual selain heteroseksual dan transgender adalah ancaman fisik dan memasukkan homoseksual & biseksual sebagai penyimpangan seksual. Pasal ini selain menyangkal keberagaman orientasi seksual manusia yang tak hanya heteroseksual, dapat juga menjadi alat legitimasi untuk dalam tiap-tiaptindakan diskriminatif terhadap warganegara non-heteroseksual dan transgender.
Selain itu, terdapat upaya pembodohan masyarakat melalui keilmuan semu. Perumus menghilangkan aspek keilmuan dalam menelaah keragamaan gender dan seksualitas.
Pedoman internasional yang diakui secara global tidak diindahkan, naskah akademik sama sekali tidak menyebutkan The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) ataupun the 10th revision of the International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-10) sebagai rujukan. Padahal, rehabilitasi adalah salah satu bentuk cara pemulihan untuk ketahanan keluarga yang selalu disebut-sebut, namun, sang at disayangkan rujukan rehabilitasi tak disertai dengan dasar yang kuat.
UU No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 25 terkait dengan upaya rehabilitatif hanya ditujukan kepada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), dan bukan kepada Orang
Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Hal ini tentunya selaras dengan Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, yang jelas menyatakan pada catatan F.66 yaitu: Sexual orientation by itself is not regarded as disorder. Sehingga RUU Ketahanan Keluarga bukan hanya conflict of norm dengan UU yang telah ada juga melanggar ketentuan profesi profesional dan bertentangan dengan panduan internasional.
Atas dasar tersebut di atas, maka kami GERAK Perempuan menyatakan enolak pembahasan RUU Ketahanan Keluarga serta Mendesak DPR RI untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
GERAK PEREMPUAN terdiri dari puluhan organisasi seperti Asia Justice and Rights (AJAR), Solidaritas Perempuan, PurpleCode Collective, Perempuan Mahardhika, Perkumpula Lintas feminist Jakarta (JFDG), Hollaback! Jakarta, BEM STHI Jentera, Girl Up, Serikat SINDIKASI, Migrant CARE, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konfederasi Serikat Nasional(KSN), KPBI/FBLP, BEM IKJ, Space UNJ, Gerakan Perempuan– UNJ, Lingkar Studi Feminis – Tangerang, LMND-DN, LPM Aspirasi- UPN Jakarta, Indonesia Feminis, Konde dot Co, SEMAR UI, Mawar Merona, Sanggar SWARA, LBH Jakarta, LBH APIK Jakarta, Arus Pelangi, Perempuan Agora, Konfederasi KASBI, Social work sketch-SWS, API Kartini, HImpunan Himpunan Wanita DisabilitasIndonesia (HWDI), Gender Talk-UIN Jakarta, On Women Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, perEMPUan, PKBI, SGRC, Koalisi Perempuan Indonesia KPIDKI, Kalyanamitra, Aliansi Satu Visi, Pamflet Generasi, BEM FH UI, AKAR, BEM TRISAKTI, PUSKA GENSEKS UI, HIMAPOL IISIP, Lentera Sintas, KOPRI Jabar, Never okay, KitaSama, SamaSetara.id, Jala PRT, Gartek Serang, KSPN, SPN, Pamflet, Waktu Perempuan, FAMM Indonesia
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)
*Poedjiati Tan, psikolog, aktivis perempuan dan manager sosial media www.Konde.co. Pernah menjadi representative ILGA ASIA dan ILGA World Board. Penulis buku “Mengenal Perbedaan Orientasi Seksual Remaja Putri.”
SEARCH
LATEST
3-latest-65px
SECCIONS
- Agenda HAM (1)
- Agenda Perempuan (6)
- catatan peristiwa (15)
- film (10)
- perempuan inspiratif (5)
- peristiwa (41)
- perspektif (58)
- Resensi Film (3)
Powered by Blogger.
Site Map
Kasus Aice: Dilema Buruh Perempuan Dan Pentingnya Kesetaraan Gender di Tempat Kerja
Para pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019. RWicaksono/Shutterstock Aisha Amelia Yasmin , The Convers...
Popular Posts
-
Christophe Petit Tesson/EPA Sarah L. Cook , Georgia State University ; Lilia M. Cortina , University of Michigan , dan Mary P. Koss , Univer...
-
Co-working space telah menjadi sebuah cara yang innovative untuk bekerja diluar kantor pusat tanpa menjadi bekerja sendiri di rumah. (Shutte...
-
Apa yang salah dengan janda? Selama ini banyak pandangan miring tentang janda, seolah-olah yang dilakukan dan diputuskan oleh janda selalu s...
-
Sebuah gerakan global yang bernama “One Billion Rising” diadakan setiap tanggal 14 Februari, tepat di hari Valentine. Apakah One Billion Ris...
-
*Lala Firda- www.Konde.co Konde.co- Menjadi feminis di usia 17 adalah sesuatu yang langka yang saya jumpai di masa lalu. Tapi saya sudah mel...
-
Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Setelah sebelumnya panitya seleksi pemilihan anggota Komnas Perempuan menyerahkan 20 calon an...
-
*Poedjiati Tan- www.Konde.co Jakarta, Konde.co- Jurnalis adalah pekerja yang banyak berada di tengah kerumunan. Mereka berada di kerumunan m...
-
Konde.co- Menjelang siang hari tanggal 17 Februari 2020, salah satu pengurus Serikat Buruh, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indone...
-
Atalia (bukan nama sebenarnya), 28 tahun stress bukan kepalang. Wabah Corona atau Covid-19 ini membuatnya cemas. Ia cemas dengan keadaan pac...
-
Single and very happy? fizkes/ShutterStock Karel Karsten Himawan , Universitas Pelita Harapan Tren pertumbuhan orang lajang di negara Barat ...
Total Pageviews
Home Top Ad
space iklan
Cari Blog Ini
Blog Archive
-
▼
2020
(89)
-
▼
February
(29)
- Apa yang Salah Jika Saya Menjadi Feminis di Usia 17?
- Mengapa Menjadi Cantik Dianggap Penting di Media S...
- Tahukah Kamu: Pekerja Seks adalah Pekerja yang Men...
- Mengapa Orang Memajang 'Foto dengan Pasangan' di S...
- Menyebabkan Kekerasan dan Ketidakadilan Gender, Or...
- Little Women: Perempuan Berhak Hidup atas Pilihann...
- Bagaimana Kesenian di Indonesia Memotret LGBT?
- Aktivis Mengecam Intimidasi dan Penggeledahan Paks...
- Pengalaman Perempuan: Betapa Repotnya saat Banjir
- Mengapa Para Aktivis Menolak RUU Ketahanan Keluarga?
- Kekerasan yang Dialami Pekerja Perempuan di Rumah,...
- Clickbait, Sebuah Tipuan atau Taktik dalam Bermedia?
- Aktivis KASBI Diteror, Buruh Tetap Menolak Omnibus...
- Lucinta Luna dan Sorotan atas Identitas Personalnya
- LBH APIK: Anggota DPR yang Menjebak Perempuan Haru...
- Valentine, Tak Melulu Urusan Asmara
- Apa One Billion Rising dan Mengapa Gerakannya Pent...
- Kasus BEM UNJ, Mengaburkan Foto Perempuan adalah T...
- Apa Menariknya Kisah Asmara si Doel?
- Membongkar Mitos Perempuan dalam Karya Seni Doloro...
- Laki-laki yang Menganut Paham Maskulinitas Seksis ...
- Dijerat oleh Politisi, Dukungan Mengalir Deras unt...
- Aktivis: Selesaikan Dugaan Kasus Kekerasan Seksua...
- Pelecehan Seksual Menimpa Perempuan Penjual Jamu (2)
- Pekerja Seks di Indonesia: Dari Rehabilitasi yang ...
- Pelecehan Seksual Menimpa Perempuan Penjual Jamu (1)
- Pekerja yang sedang Menyusui Tak Mendapat Istiraha...
- Lasminingrat, Penulis Sastra Feminis yang tak Bany...
- Melihat Apakah Perempuan akan Menjadi Subyek dalam...
-
▼
February
(29)
Video Of Day
Flickr Images
Find Us On Facebook
VIDEO
ads
TENTANG KAMI
Labels
Tags 1
Labels Cloud
RECENT POST
3/recent/post-list
Recent Posts
4/recent/post-list
Konde's Talk
Pages
TENTANG KAMI
Pages
Tentang kami
Subscribe Us
In frame
recent/hot-posts
No comments:
Post a Comment